I'm Asep Rudi Casmana

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Kamis, 15 Desember 2016

What are the characteristics of a good teacher?

Written by Asep Rudi Casmana

Teachers play an important role in schools. This is because they should help their student not only to get knowledge, but also to help them to be better citizen. Today, I have visited one of the best school in the city of York, United Kingdom namely Bootham School and observe several class to see what is going on in the room. This is part of the program provided by department of education in The University of York to visit and see the school. In my opinion, I discover lots of interesting things about the teacher, particularly how to be a good educator in terms of head teacher’s perspective. Normally, when the school is looking for a new employee to be a teacher, these characteristics are very important to be considered. Christopher Jeffery, the school’s principal of Bootham school in York highlights that there are three most important skills that should teachers have. These are having interest to talk with young people, communicate enthusiastically, and have an interest to collaborate with other people.
University of York Student
MA in Education
Teacher of Botham School
Admittedly, having an interest to communicate with pupils is the most important skills that should be owned by teachers. This is because they need to convey not only knowledge but also encourage them to be an unusual citizen. For example, when I observed English class in Bootham school, Elizabeth Gallagher-Coates, a teacher in the class was happy to talk with pupils. The materials that they learn today is storytelling and writing a letter for people.  She sometimes come visit some groups in class to ask and make sure that students understand what she said. She asked face to face and talk with them about today’s lesson. Thus, students really enjoy to study and they come up with a new insight after class. It has proven that having an intention to talk with pupils is imperative for those who tend to be a teacher.

In addition to this, Jeffery stated having a communication skill enthusiastically is another ability that teacher should possess before teaching in Bootham school. For this reason, he said several modules in the school need teacher who can encourage pupils to be really engage and participate in discussion. Taking PRE (Philosophy, Religious, Ethic) as an example. This is my second class that I observed in the school. Tracey Copestake, a teacher in this class was enthusiastic and has a huge spirit to convey an insight about the history of Christian in United Kingdom. She can encourage all pupils to speak and participate in the class to give an opinion. When she spoke and taught enthusiastically, students were more engaged in the class and have a lot of curiosity about the lesson. Moreover, this idea also is supported by Chris Kyriacou (1997), a professor of Education in The University of York, who has highlighted that one of a good teacher characteristic is clarity of explanation and teacher enthusiasm. As such, this sort of skill should be owned by prospective teacher before going to Bootham school.

Eventually, the head teacher mentioned that educators should have a tendency to collaborate with people. This skill is important to give feedback for other teacher. Although teachers are busy with their activity, they need to have a sense of improving themselves. To exemplify, the Bootham school sometimes conducts a collaboration or supervision teaching. Teacher can see and observe their friends in class. Afterwards, they come up with a notion about how to improve teaching skills. Therefore, this willingness to collaborate with others is very important as well.

In my personal perspective, I agree that these three abilities of ideal teachers should be owned by schoolteacher. These characteristics can help pupils not only improve their knowledge, but also make them to be better citizen. The purpose of Bootham school is not escorting pupils to high reputable university, but building people who can be participate in government or public life.


To sum up, although there are a vast majority of an ideal teacher, the three characteristics of educator in Bootham school can help other people who have willingness to be a teacher in school. Where possible, for those people who are learning how to be a teacher, they need to improve these three skills. 
Classroom environment

Meeting with head teacher

Senin, 24 Oktober 2016

Tips Presentasi dalam Bahasa Inggris

Oleh Asep Rudi Casmana
Episode 8
“Perfect preparation makes perfect results”
Waktu sudah menunjukan pukul 22.00 GMT di Kota York, langitpun sudah sangat gelap. Namun aku masih duduk santai di depan laptop di gedung perpustakaan University of York. Alasanku belajar di tempat ini hingga larut malam sangat simple, karena di library ada heaternya atau pemanas ruangan, sehingga meskipun cuaca dangat dingin, namun udara di dalam ruangan selalu hangat. Sebaliknya, aku kesulitan untuk belajar di akomodasi rumah, karena cuaca yang dingin masuk hingga kamar. Aku rela untuk tinggal di perpustakaan hingga larut dalam dan mengerjakan tugas. Salah satu kenikmatan kuliah di Inggris adalah perpustakaanya, ini adalah gedung yang tidak pernah tutup selama 24 jam, sehingga mahasiswa bebas mau tinggal sampai kapanpun di gedung ini.
Mulut ini tak henti-hentinya mempraktekan apa yang akan disampaikan pada minggu depan, sambil menyesuaikan dengan Yorkshire accent dan ada sedikit campuran Sunda English-nya, aku terus berusaha untuk dapat memperjuangkan supaya dapat tampil maksimal dalam presentasi minggu depan. Sejujurnya aku sangat nervous dalam presentasi ini, karena ini adalah presentasi pertama kali yang disaksikan oleh teman-teman yang lain dan dalam bahasa Inggris pula. Aku khawatir bahwa aksen sunda Indonesia ini membuat mereka tidak memahami apa yang aku maksud. Karena selama ini aku lebih banyak dikoreksi oleh orang lain mengenai pronunciation-nya. Meskipun band score speaking IELTS aku dapat 7.0, namun tetap saja Yorkshire accent harus dipelajari dan itu berbeda dengan British accent.
Seminggu sebelum presentasi dimulai, aku sudah mempersiapkan dan latihan setiap hari. Seperti yang salah satu guru saya di pare bilang bahwa “perfect preparation makes perfect result”, oleh sebab itu, aku tidak mau menyianyiakan momen pertama tampil di depan kelas ini gagal hanya karena bahasa inggris yang kacau. Sebagai mahasiswa di bidang pendidikan, presentasi dan menulis essay merupakan hal yang sangat lumrah. Itulah sebabnya kenapa yang mau masuk jurusan Education, IELTS speaking dan writingnya harus tinggi.
Sebagai informasi, aku mendapatkan tugas untuk mempresentasikan mengenai tradisi liberal masarakat Inggris dalam menghasilkan hak-hak warganegaranya pada abad ke 18, 19 dan 20. Aku menjelaskan bagaimana sejarah setiap negara untuk pertamakalinya mendapatkan hak untuk memilih, serta solusi untuk menyelesaikan permasalahan kesenjangan social. Bagi saya ini adalah topic yang sangat rumit, karena sebelum latihan presentasinya aja aku perlu memahami sejarah berkali-kali, namun pada akhirnya aku dapat melakukannya juga.
Tiba-tiba aku teringat khutbah jumat di Masjid University of York, namun aku lupa siapa nama orang yang menyampaikannya, yang pasti dia adalah seseorang dari timur tengah. Dalam khutbahnya ia mengatakan bahwa kita ini ada di York sebagai seorang Ambasador atau duta. Allah sudah menciptakan kita yang terbaik, oleh sebab itu kita harus melakukan dan mempersiapkan yang terbaik. Pemerintah Indonesia telah memberikan dan menyeleksi orang-orang terbaik untuk disekolahkan ke Inggris, oleh sebab itu aku harus memberikan dan melakukan yang terbaik pula. Atas dasar itu, aku tidak mau memberikan presentasi yang asal-asalan.
Sebelum persiapan presentasi, aku melakukan hal-hal yang dapat membuat semuanya menjadi perfect result. Aku bukan tipe orang deadliner, yang segalanya dikerjakan pada akhir batas pengumpulan. Namun aku tipe orang yang suka mengerjakan langsung ketika tugas itu diberikan. Oleh sebab itu, begitu dosen memberikan topic presentasi, aku langsung membaca dan memahami pokok permasalahan yang akan dipresentasikan. Kebetulan topicnya adalah mengenai sejarah hak politik dan solusi untuk menyelesaikan kesenjangan social. H-2 minggu sebelum presentasi dimulai, aku sudah siap dengan materi yang akan dipresentasikan, artinya aku sudah membaca semua materi yang akan disampaikan.
Langkah berikutnya adalah persiapan presentasi dan Yorkshire Accent. Sebagai informasi bahwa Yorkshire aksen sangat berbeda dengan British accent, apalagi American accent. Mereka berbicara agak aneh dan kurang jelas terdengarnya. Sejujurnya akupun kadang kesulitan dan pernah misunderstanding dengan dosen di kelas. As time goes on, itu dapat aku atasi dengan banyak latihan dan mendengarkan video. H-1 minggu, aku focus pada latihan dan membuat Yorkshire accent. Tujuannya adalah supaya apa yang kita sampaikan sesuai dengan apa yang tertulis di power point dan kita percaya diri. Bagi aku, latihan presentasi sangat penting, karena kita perlu mempersiapkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi, misalnya lupa tanggal, tahun, fakta dan data. Namun hal itu dapat diatasi apabila kita latihan.
Setelah materi siap, latihan juga sudah bagus, hal yang berikutnya adalah penampilan. Perlu diketahui bahwa penampilan adalah sesuatu yang pertama kali dilihat orang lain. Oleh sebab itu, usahakan ketika akan presentasi, gunakan pakaian yang terbaik yang dapat membuat orang lain terkesan dengan apa yang kita tampilkan, namun jangan terlalu berlebihan juga.
Senyum bahagia setelah sukses presentasi
Setelah semuanya sudah siap, jangan lupa berdoa. Semoga apa yang akan dipresentasikan lancar. Dan pada akhirnya, tulisan ini dibuat sebagai rasa syukur bahwa presentasi yang saya lakukan sudah sukses.

Semoga sedikit cerita ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. 

Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang sangat berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris

Minggu, 23 Oktober 2016

Tips Membaca Jurnal Internasional dalam tiga jam

Oleh Asep Rudi Casmana
Episode 7
“Sep, kalau ente males baca buku yang tebelnya segini (kurang lebih 300-400 lembar) dalam bahasa Inggris, lebih baik lo ga usah mimpi buat kuliah ke luar negeri”

University of York in the morning
Kembali ke masa saya belajar bahasa Inggris di Kampung Ingris pada tahun 2015.  Pada waktu itu, saya sedang belajar mengerjakan soal reading IELTS. Saya menyadari bahwa reading adalah salah satu masalah bagi saya. Saya tidak terbiasa membaca, jangankan jurnal internasional, artikel bahasa Indonesia saja jarang. Hasilnya, nilai IELTS saya khususnya yang reading sangatlah jelek. Salah satu hal yang saya lakukan dulu adalah menerjemahkan artikel soal reading Cambridge dari bahasa Inggris ke Indonesia. Hampir setiap hari saya lakukan mulai dari setelah solat subuh hingga larut malam, dan tak tahu waktu lagi. Suatu hari, salah satu kawan kosan saya di pare, (ia juga yang memberikan saran saya untuk dapat kuliah di University of York, dia alumni UGM) mengatakan sesuatu sangat pedas, seperti yang saya kutip diatas. Kalimat itu tidak pernah terlupakan karena saya sekarang merasakan sendiri budaya akademik di Inggris memang harus dan wajib membaca setiap harinya.

“Tiada hari tanpa jurnal internasional”

Seperti yang sudah saya sampaikan pada tulisan sebelumnya mengenai budaya akademik di Inggris, memang membaca merupakan kunci utama dalam membuka jendela dunia. Kuliah di inggris akan terasa sangat mudah kalau kita rajin membaca. Namun bagaimana cara membaca yang sangat efektif sehingga tidak dapat menyita waktu kita?
Sejujurnya, saya masih ingat waktu acara Persiapan Keberangkatan penerima beasiswa LPDP angkatan 62, salah satu pembicaranya menanyakan kepada para awardee. Pertanyaan yang sangat simple namun membuat saya sadar akan pentingnya membaca. Pertanyaannya adalah “Siapa yang suka membaca jurnal internasional minimal 5 jurnal dalam seminggu?” Banyak orang mengacungkan tangannya sebagai sebuah tanda bahwa mereka selalu ranjin membaca. Namun saya tidak pernah mengacungkan tangannya. Hingga akhirnya dia menanyakan yang suka membaca minimal satu jurnal dalam seminggu, banyak juga orang mengacungkan tanggannya. Dan hanya saya yang tidak mengacungkan tangan. Ini sungguh sangat memalukan, saya tidak pernah membaca jurnal internasional sebelum PK LPDP. (Untuk para pembaca web saya, semoga pengalaman buruk yang memalukan ini tidak terulang untuk teman-teman, mari segera lanjutkan membaca jurnal).

As time goes on, segalanya berubah. Mulai dari kejadian itu, aku sadar akan pentingnya membaca jurnal internasional. Saya mencoba untuk membuat sebuah target bahwa seminggu minimal satu jurnal, yang akhirnya saya dapat melanjutkannya. Hinggal hal itu menjadi sebuah kebiasaan.
Namun, ketika saya mulai kuliah di Inggris, rasanya tidak mungkin kalau saya hanya satu jurnal dalam satu minggu. Yang ada saya akan mati kehausan ilmu, karena tidak dapat mengikuti perkembangan di kelas. Akhirnya target saya dinaikan dengan membaca satu jurnal dalam sehari.
Pada waktu itu, biasanya saya menghabiskan waktu dalam waktu enam jam dalam satu jurnal internasional. Teman-teman saya dari Jepang mengatakan bahwa waktu 6 jam dalam satu jurnal itu sungguh sangat cepat dalam memahami sebuah jurnal yang memang itu bukan bahasa kita. Namun ternyata, saya merasa bahwa waktu itu terbuang masih sangat sia-sia apabila kita menghabiskan hanya 6 jam dalam satu jurnal. Saya ingin waktu membaca saya lebih efektif dan efisien lagi dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas keilmuan saya sehingga waktu satu tahun di Inggris ini tidaklah sia-sia. Mengingat banyaknya buku dan jurnal yang wajib dibaca setiap minggunya.
Salah satu kuncinya adalah bertanya. Saya sangat senang menanyakan kepada teman-teman lain mengenai bagaimana cara mereka membaca, mengatur waktu belajar dan mempersiapkan waktu di kelas. Kebetulan teman-teman saya berasal dari Slovakia, China, United States of America, Japan, South Korea, dan England.

Dari sekian banyak sharing dan bertanya kepada teman-teman, akhirnya saya dapat menemukan sebuah cara yang dapat membuat saya bisa membaca jurnal internasional dalam waktu 3 jam saja untuk memahaminya. Ini sungguh pencapaian yang sangat luar biasa, saya sangat senang karena kini dalam sehari saya dapat membaca lebih dari satu jurnal Internasional. Bagaimana caranya? Berikut ini adalah cara saya membaca jurnal internasional hasil dari diskusi dengan teman-teman yang sudah terbiasa dan senang membaca.

Langkah pertama adalah siapkan catatan terlebih dahulu. Membaca tanpa menulis adalah tidak berguna, justru hal yang dapat menambah pengetahuan kita adalah dengan menuliskan kembali apa yang sudah kita tuliskan. Namun bagaimana cara menuliskan rangkuman yang dapat mudah dipahami? Jadi, setiap lembar buku catatan kita perlu dibagi menjadi tiga bagian, seperti yang terlihat digambar yang saya cantumkan ini. Bagian yang paling tengah itu adalah catatan utama kita. Disini kita perlu menuliskan rangkuman dari setiap paragraph yang sudah kita baca. Dalam satu paragraph cukup satu atau maksimal dua kalimat dan itu adalah kalimat kita sendiri, tanpa copy paste dari jurnal yang kita baca. Kemudian pada bagian sebelah kanan yang agak sedikit, itu diisi dengan data dan fakta dari jurnal yang kit abaca. Misalnya ada data statistic, atau teori yang penting yang harus kita tulis dan hafalkan. Tentunya yang sangat penting saja, tidak semua data atau teori yang kita temukan harus dituliskan disitu. Dan yang terakhri adalah pada kolom yang bawah, itu adalah catatan dari dosen ketika kuliah. Apabila dalam diskusi dengan teman dan dosen, mereka menemukan sebuah pengetahuan yang baru, langsung ditulis di kolom bawahnya.

Pembagian tiga dan bagian utama yang harus ditulis

Cara note-taking bagian kedua dan seterusnya

Langkah yang kedua adalah menuju jurnal internasional yang sudah siap kita baca. Sebelum membaca jurnalnya, di lembar pertama yang sudah kita buat bagi tiga tadi, tuliskan reference atau bibliography nya, seperti misalnya nama penulis, judul jurnal, tahun terbit, institusi dan yang lainnya. Ini sangat penting mengingat nanti ketika kita diskusi atau bicara dengan orang lain, kita memiliki data dan faktanya. Berikutnya adalah sebelum membaca, kita tuliskan structure dari jurnalnya, mulai dari Introduction hingga conclusion. Tuliskan setiap sub judul yang akan dibaca lebih dahulu, ini fungsinya untuk memahami secara keseluruhan mengenai isi jurnal yang akan kit abaca.
Langkah ketiga adalah membaca bagian yang terpenting dalam jurnal. Bagi saya, bagian terpenting jurnal adalah Abstract, Introduction, Methodology dan Conclusion. Nah keempat bagian itu perlu berkali-kali dibaca, hingga kita benar-benar paham mengenai isi jurlanya karena inti dari jurnal ada pada empat bagian itu.
Langkah terakhir adalah note-taking atau mencatat bagian bagian penting. Seperti yang awal sudah saya katakana bahwa menuliskan ide yang sudah kita baca sangatlah penting, namun bagaimana cara menuliskanya itu perlu strategi. Usahakan maksimal satu paragraph adalah satu kalimat kita sendiri, tuliskan dan rangkum dengan menggunakan kalimat sendiri. Salah satu ciri bahwa kita sudah memahami isi dari setiap paragraph adalah kita dapat menuliskannya sendiri. Begitu dan seterusnya ketika membaca bagian yang lain.
Langkah terakhir adalah hilangkan pengganggu. Usahakan kita dalam kondisi yang sangat tenang dan nyaman ketika membaca. Kalau bacaannya sudah mulai serius seperti jurnal internasional, alangkah baiknya menonaktifkan handphone selama waktu membaca. Atau minimalnya mematikan paket data internet, terkadang notifikasi facebook atau social media yang lainnya selalu menghilangkan kenikmatan dalam membaca.
Pada akhirnya, saya mendapatkan hobi baru yang dapat membuat saya sangat tenang dan nyaman. Saya selalu bahagia ketika berhasil menyelesaikan dan membaca salah satu jurnal internasional. Karena pada dasarnya salah satu hasil dari pendidikan adalah bertambahnya ilmu pengetahuan dan berubahnya pola perilaku, dan jurnal internasional sudah berhasil merubah pola pikir dan perilaku saya secara perlahan.
Semoga tips membaca jurnal ini dapat bermanfaat.

Beautiful autumn in University of York


Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang sangat berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris

Sabtu, 15 Oktober 2016

Satu menit yang sangat berharga

Oleh Asep Rudi Casmana
Panorama Inggris

Episode 6

Waktu menunjukan pukul 07.30 AM di Inggris. Cuaca pagi ini lumayan sangat dingin karena weather forcaster menunjukan bahwa cuaca di luar adalah 8 drajat celcius. Aku langsung berbegas menuju dapur dan memasukan nasi yang sudah mateng kedalam box yang sudah aku bersihkan. Aku sendiri juga sudah rapih dengan jaket tebal berwarna hitam, celana jeans biru, kain syal cokelat untuk menghangatkan leher. Tak lupa sepatu kesayangan yang hanya satu-satunya aku pakai disini. Hari ini aku sangat senang karena akan pergi ke sebuah kota yang memiliki situs sejarah di Inggris, yaitu Lancaster Castle.
Setelah semuanya sudah siap masuk tas, aku menyadari bahwa kereta dari York ke Lancester akan berangkat pukul 08.40 AM, teman-teman pun sudah mengingatkan bahwa mereka semuanya sudah dalam perjalanan menuju York Train Station. Ku pikir, jarak dari rumah ke stasiun sangat dekat, dalam waktu 10 menit aku dapat sampai ke York Train Station, sehingga rencanaku ke stasiun akan berangkat pada pukul 08.15. Dengan hati yang sangat senang, aku lalu berjalan dengan santai menuju bus stop yang ada di Fulford Road, tepat di depan rumah.
Hati ini mulai panic ketika melihat tidak ada bus yang akan menuju stasiun. Pilihannya hanya satu, aku naik Selbi Bus yang sama-sama menuju city center namun aku harus jalan kaki sedikit. Namun itu pun aku harus menunggu dulu selama tujuh menit. Dan ternyata benar, bis datang tepat waktu sesuai dengan prediksi bahwa 7 menit bis akan sampai di tempat aku menunggu.
Selama dalam bis, aku sangat panic karena takut ketinggalan kereta. Begitu bis sampai di city center, aku langsung bergegas lari secepat-cepatnya menuju train station. Aku hanya memiliki waktu sekitar 8 menit untuk dapat sampai ke Train Station. Tanpa memikirkan apa apa lagi, aku lari sekencang-kencangnya. Rasa bahagia untuk dapat menikmati keindahan Lancaster Castle pun agak sedikit memudar.
Hati kembali senang ketika gedung stasiun sudah terlihat. Tiba-tiba temanku nelphon bahwa keretanya ada di Platform 4. Kembali aku terus berlari hingga jantung ini terus berdegup kencang.
Tepat pukul 08.41, kereta di Platform 4 sudah tidak ada. Bahkan batang ekornya pun sudah tidak terlihat, kini Platform 4 hanya tinggal feron saja. Ku pikir, aku akan sampai di kereta sebelum pukul 08.40 namun ternyata aku terlambat satu menit. Karena aku sangat lelah berlari, aku langsung duduk sebentar lalu kembali pulang ke rumah.
Liat itu keretanya udah pergi
Inggris memang Negara yang sangat menjunjung tinggi tepat waktu. Aku masih ingat ketika pre-departure di Hotel Intercontinental di Jakarta sebelum berangkat ke York, salah satu international officernya pernah bilang “Please, Please, be on time. British people never give any excuse for people coming late even just one minute” dan itu ternyata benar, aku merasakan sendiri sekarang bahwa mereka sangat-sangat menjunjung tinggi yang namanya tepat waktu. Menskipun hanya satu jam.
Semenjak terbang dari Jakarta menuju Manchester, aku sudah canangkan dalam diri ini bahwa aku tidak akan terlambat. Dari rumah aku sudah bertekad dalam diri ini bahwa, setiap aktivitas perkuliahan, minimal 30 menit sebelum belajar dimulai, aku sudah di kelas. Namun sayangnya implementasi itu baru di dalam dunia perkuliahan saja.
Biasanya, aku selalu jadi orang pertama atau kedua yang datang ke kelas. Ketika perkuliahan dimulai pukul 09.00 AM di pagi hari, aku sudah siap berada di kelas dari pukul 08.30 AM dan langsung mendapatkan kursi belajar paling depan. Hal itu terus aku lakukan setiap hari hingga saat ini. Dari rumah, pukul 08.00 AM semuanya sudah siap dan aku sangat bersemangat untuk menerima materi dari dosen.
Namun ternyata aku perlu belajar lagi dari waktu. Aku harus meningkatkan kapasitas diri ini supaya tidak terlambat dalam hal apapun. 30 menit sebelum aktivitas dimulai itu sangat nyaman dan cocok untuk dapat diterapkan dalam segala hal, termasuk untuk hal-hal yang sangat krusial seperti keberangkatan kereta dan perkuliahan ini.
Ini stasiunnya sangat cantik
“Time is money”
Ya ungkapan itu sangat cocok dengan apa yang sudah aku lakukan hari ini. Gara-gara satu menit, uang ku sudah hilang banyak dan tidak dapat kembali lagi. Namun pada dasarnya setiap kesalahan itu pasti ada hikmahnya. Ini adalah pengalaman buruk aku di Inggris. Aku menyadari bahwa ini adalah bagian dari ujian tuhan supaya qualitas hidupku meningkat dan tidak terlambat lagi dalam setgala hal.
Tiba-tiba aku teringat ungkapan salah satu dosen di UNJ, ia pernah mengatakan bahwa aku lebih baik datang 1 jam lebih awal daripada datang terlambat satu menit. Ya itu memang sangat benar, aku merasakan betapa ruginya satu menit gara-gara terlambat.
Ini Platform 9 3/4 alias tempatnya menuju ke Hogward
“Mungkin Allah punya rencana lain untuk aku hari ini”
Meskipun aku tidak dapat menikmati keindahan dan belajar dari sejarah Lancaster Castle, tapi aku menyadari bahwa hari ini ada hal-lain yang harus aku lakukan. Dan itu memang benar. Semoga pengalaman buruk aku ini tidak dapat terulangi lagi, dan teman-teman yang membaca web ini dapat mengambil hikmah dari satu menit yang sangat berharga ini.
Happy weekend, jangan lupa bahagia hari ini.

“Cheers”


Mirip sama Harry Potter



Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang sangat berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris