I'm Asep Rudi Casmana: Ku Korbankan Murid-ku demi LPDP

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Sabtu, 12 Maret 2016

Ku Korbankan Murid-ku demi LPDP

Oleh Asep Rudi Casmana
Episode 2 
Jalan terjal menuju LPDP

Suka cita minggu akhir bersama murid
Pada waktu itu, kira-kira bulan November 2014 dimana hari itu adalah minggu terakhir mengajar sebelum menjelang Ujian Akhir Semester (UAS) untuk para siswa SMA. Karena pertemuan terakhir, saya sengaja secara tiba-tiba meminta foto-foto bersama seluruh siswa di setiap kelas. Para siswa sangat antusias dengan undangan saya untuk dapat ikut berfoto bersama, lalu saya juga memberikan semangat dan motivasi kepada anak-anak supaya rajin belajar dalam mempersiapkan UAS. Saya sendiri mengajar pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk kelas 10 dan Sosiologi untuk kelas 11 di SMA Labschool Cibubur.

Beberapa kelas tidak curiga ketika saya ajak untuk berfoto bersama, mereka malah meminta untuk foto secara individu, mungkin mereka sudah menganggap kalau saya adalah kakanya sendiri, karena begitu akrabnya saya dengan para murid. Namun tiba-tiba, ada beberapa murid yang curiga dan mengatakan “kenapa pak, kok malah ambil banyak gambar? Memangnya bapak mau kemana?”


Semenjak ada pertanyaan tersebut, saya tidak dapat berbohong lagi karena tengah bermunculan pertanyaan-pertanyaan yang menydutkan saya untuk terus terang kepada mereka. Ya, saya mengatakan kepada mereka bahwa saya mengundurkan diri untuk mengajar di SMA Labschool Cibubur. Hal ini sungguh-sungguh bukan karena ada permasalahan internal, atau bahkan saya merasa tidak senang mengajar. Sejujurnya saya sudah merasa sangat nyaman dan tentram untuk dapat mengajar di sekolah ini, apalagi dengan murid-murid yang sangat hebat dan pandai. Namun saya katakan bahwa saya harus pergi ke Kampung Inggris untuk memperdalam bahasa guna mempersiapkan studi magister saya di Australia.

Berbagi kebahagiaan dengan murid
Sontak para murid langsung kaget atas pernyataan saya tersebut, respon dari mereka berbeda-beda, ada yang mendukung supaya saya melanjutkan sekolah, ada juga yang meminta saya untuk tetap mengajar. Sejujurnya hati saya sangat sedih, karena mereka adalah murid-murid pertama saya mengajar, dan saya sudah merasa sangat nyaman bersama mereka. Hingga saat ini, saya masih sangat ingat canda tawa, bandel nya anak-abak di kelas, berisiknya ketika saya menerangkan, atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas. Semua itu sudah mewarnai hari-hari saya ketika pertama kali menjadi guru.

Kata orang, murid pertama itu tidak akan pernah terlupakan. Ya, memang benar, saya sangat setuju dengan hal itu. Namun pada akhirnya, tidak ada jalan lain bagi saya untuk meraih masa depan, saya harus mengorbankan mereka, meskipun hati ini sangat berat dan sulit untuk tidak lagi mengajar.

Pada waktu saya memutuskan untuk berhenti mengajar, posisi saya belum mendapatkan apa-apa. Maksudnya saya belum mendaftar beasiswa LPDP. Jangankan mendaftar, nilai IELTS atau TOEFL saja saya belum dapat, artinya memang benar-benar saya mengadu nasib disini. Namun meskipun demikian, saya merasa sangat yakin entah mengapa bahwa pilihan saya adalah sangat tepat untuk pergi ke kampung inggris dan menempuh ilmu guna mendapatkan nilai IELTS supaya saya dapat mendaftar LPDP.

Jika dipikir-pikir, memang saya terlalu ambil resiko. Bagaimana jika IELTS saya gagal? Bagaimana jika nanti saya tidak mendapatkan beasiswa? Bagaimana jika saya tidak mengajar lagi? Bagaimana jika saya nanti jadi pengangguran? Lalu kalau saya gagal, bolehkah saya kembali ke Labschool untuk mengajar lagi? Pertanyaan-pertanyaan it terus menghantui selama beberapa waktu karena memang posisi saya belum dapat apa apa pada waktu itu, namun pada akhirnya setelah saya memperbaiki niat, saya dapat berjuang dengan keras untuk belajar bahasa inggris. Itulah arti sebuah pengorbanan.

Bapak-bapak guru SMA Labschool Cibubur
Memang segala sesuatu yang besar itu harus ada pengorbanan yang besar pula. Saya merasa bahwa meninggalkan murid-murid di sekolah adalah pengorbanan yang sangat besar. Sehingga saya  benar-benar tidak mau menyia-nyiakan hal itu, saya harus bisa. Apapun yang terjadi, saya harus lolos IELTS dan mendapatkan beasiswa LPDP.

Pada akhirnya, pengorbanan itu tengah membakar semangat saya ketika sedang belajar di Pare, hampir setiap bulan selalu saja ada murid saya yang menghubungi via media sosial, baik itu menanyakan kabar ataupun menanyakan bagaimana perkembangan saya belajar di pare. Secara tidak langsung, saya selalu berasumsi bahwa pesan-pesan yang dikirim oleh murid adalah cara Allah untuk terus dapat menyemangati saya untuk belajar IELTS. Entah mengapa, jika ada murid yang memberikan salam dan menyapa saya melalui media social itu telah membuat saya menjadi semangat belajar. Sehingga bisa membuat saya menjadi seperti ini. Mengenai perjuangan saya serta bagaimana jam belajar di Pare, saya akan paparkan pada episode berikutnya.

Ini merupakan salah satu pengorbanan terbesar yang saya dedikasikan kepada Beasiswa LPDP, bahkan ketika diwawancara, mereka menanyakan kenapa saya berhenti mengajar? Lalu saya langsung menjawab bahwa ini adalah sebuah tanda keseriusan saya dalam mengejar beasiswa LPDP, meskipun saya belum mendapatkan beasiswa, saya yakin bahwa suatu saat hal itu akan terjadi. Dan akhirnya saya berhasil mendapatkan juga beasiswa tersebut.

Untuk para teman-teman calon penerima beasiswa LPDP, dalam sebuah perjuangan terkadang menemukan sebuah jalan yang memang benar-benar mengharuskan kita untuk dapat memilih. Kedua jalan itu akan memberikan manfaat yang sangat luar biasa, andai kata tubuh ini dapat dibagi dua, mungin kita dapat menjalani dua-duanya, namun pada kenyataanya saya tidak dapat melakukan hal itu, sehingga saya memutuskan bahwa saya berhenti dari sekolah dan pergi ke pare yang sebenarnya belum jelas kemana arah masa depannya.
Berbagi keceriaan
Mengenai perjuangan dan kerja keras yang saya lakukan di pare, jam belajar, bagaimana supaya sukses mengenai IELTS, akan saya jelaskan pada episode khusus berikutnya. Tetap terus update blog ini.

Terimakasih.

...............

6 komentar:

  1. Alhamdulillah...saya pribadi sangat senang sekali, akhirnya brother Asep mendapatkan kunci, buah kerja keras dan ketabahan, pembuka kesuksesan masa depan. Brother, memang layak mendapatkan pencapaian ini. Namun poin utama yang menjadi puncak perjuanganmu bukanlah meraih beasiswa LPDP atau berkesempatan belajar di Australia, tetapi amanah rakyat Indonesia yg brother bawa dalam perjuangan belajar. Ingatlah, perjuanganmu bukanlah karena kerja kerasmu semata, tetapi bangsa Indonesia sudah memilihmu. Untuk itu pergunakan kesempatanmu secerdas dan se-berprestasi mungkin semaksimal yang bisa brother perjuangkan. Indonesia butuh dirimu, jadikan ilmu dan pengalamanmu kelak sebagai pembuka jalan bagi kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia. Ayo pemuda Indonesia, bangkit dan berjayalah! Bravo brother, we are proud of being a part of your life's history. DIKA HOUSE..Ayeeee!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bang Ansor,
      Alhamdulillah, makasih banyak ya sudah mampir ke tulisan saya ini. Mohon maaf kalau ada kata kata yang agak kurang baik. Hehehe

      Insya Allah, saya akan menjalankan amanah ini. Buat bang Anshor juga ayo terus semangat dan berjuang di pare. Semoga dilancarkan dan dipermudah. Amin amin

      Hapus
  2. Hasil memang tidak pernah mengkhianati proses ya Bang Aseep. Tetap semangaaat. Tetap menginspirasi dan selalu menebad manfaat. Sukses kuliahnya Kak. Proud of you!
    Rintangan kedepan akan semakin sulit but i belive that u can do it :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Surur, teeimakasih banyak atas komentarnya ya. Alhamdulillah saya sangat senang kalau banyak yang mampir kesini. Hehehe
      Insya allah, ayo surur juga bisa dan memgejar cita citanya.

      Hapus
  3. Ada foto gue tuh, hahaha..

    Apapun pilihan ente, semoga selalu diliputi keberkahan & kesuksesan bro!
    Kadang2 dalam hidup memang harus ada yg dikorbankan biar kita bisa maju ke depan, jangan pernah menyesal dgn apa yg udah kita pilih, karena disitulah jalan menuju kedewasaan kita

    Sampe ketemu di sekolah bro!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Widih, ada pak Mujito.
      Hehe
      Apa kabr pak ?

      Iya izin ambil fotonya ya, pas momen momen terakhir di labschool itu pak.

      Mmakasih banyak pak mujito.
      Salam. Untuk bapak ibu DJP dan angkatan Gs

      Hapus